Sumini awalnya menjual semanggi keliling kamoung. Biasanya di kawasan Wiyung. Saban hari, ia mampu menjual puluhan porsi. Semanggi buatannya dijual menggunakan daun pisang.

Tahun 2011, Sumini ikut pelatihan Pahlawan Ekonomi. Dia belajar banyak hal. Belajar manajemen keuanan, packaging, da lainna. Dalam pelatiihan teknis dia juga belajar membuat semanggi instan.

Dari semanggi instan itu, Sumini mendapat berkah. Ceritanya, pelanggan setianya punya anak yang kuliah di Singapura. Sang anak kerap minta dikirim semanggi sebagai obat kangen. Sumini kebingungan karena tak bisa membuat kemasan semanggi. Bila dikirim secara asal, tanpa diproses instan, tentu akan mudah rusak.

Dengan brand Larisma. semanggi instan buatan Sumini bisa dikirim ke Singapura. Cara memasak semanggi instan itu juga mudah. Sama dengan memasak mi instan. Sumini melengkapi produk unggulan ini dengan peyek wortel, peyek jamu tiram, peyek sawi, dan peyek semanggi.

Sumini juga belajar digital marketing. Salah satu pelajaran yang membekas adalah formula 7+1+1. Apa itu? Melakukan 7 kali posting produk, 1 kali posting testimoni, dan 1 kali posting kegiatan produksi. Formula ini dianggap sangat membantu pelaku usaha dalam bermedsos. Untuk 7 kali posting produk, Sumini memajang foto produk yang tidak sama. Produknya tetap semanggi, namun kompisisinya bisa berbeda.

Kemudian testimoni pembeli. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan. Jika semanggi Larisma benar-benar enak, tidak pakai bahan pengawet, aman dikonsumsi, dan seterusnya.

Terakhir menjelaskan soal kegiatan produksi. Di medsos, banyak calon pembeli yang ingin tahu bagaimana proses produksi. Menjelaskan proses pembuatannya. Hal ini sangat membantu meyakinkan pemirsanya jika  produk yang ditawarkan berasal dari tangan pertama, bukan dari reseller atau dropshipper.

Setelah konsisten menerapkan formula 7+1+1 itu, Sumini merasakan manfaatnya. Ada pembeli semanggi produknya setelah dia menanyakan isi dan harganya. (*)