Trully Nurul Ervandiary pernah bekerja di bank swasta dan perusahaan asing. Kerja mapan. Aktivitasnya terukur dan terjadwal. Punya penghasilan tetap.

 

Suatu ketika, dia dimutasi ke Bali. Bekerja dengan meninggalkan keluarga dirasakan berat. Hingga dia memutuskan resign. Trully melirik bisnis kerajinan tangan berbahan alam. Bekalnya belajar di Bali.

 

Dalam memilih bahan, Trully memilih berbeda dengan yang dijual secara massal. Nilai lokalnya kuat. Kayu dan kayu kulit, misalnya, dia membeli dari sisa pembuat furniture. Tulang kambing dan tulang sapi didapatkan dari penjual bakso dan gule. Pun batok kelapa, diperoleh dari penjual kelapa muda. Harganya relatif murah, Rp 10-15 ribu. Sedangkan harga jualnya mencapai Rp 50-125 ribu.

Berbagai macam produk dihasilkan. Di antaranya, kalung gelang, ikat pinggang, dan bros. Usaha kerajinan aksesorisnya sudah memiliki dua cabang usaha lain. Satu usaha produksi bahan aksesorisnya dan satu lagi pelatihan kerajinan dan bisnis aksesoris berbahan alam.

Selain pesanan via online, Trully juga memenuhi kebutuhan pasar dari beberapa gerai ternama di Surabaya. Ia mengaku, produknya juga diminati di luar kota. Trully mampu memenuhi kebutuhan pasar handicraft dari beberapa gerai ternama di Surabaya. Customer-nya dari banyak kota besar di Indonesia. Bahkan, ada pesanan dari luar negeri.

 

Bisnis aksesoris Trully kini telah mendulang keuntungan. Bukan hanya keluarga, dia juga merekrut beberapa orang untuk membantu usahanya. Saban bulan, dia mampu memproduksi ribuan produk handicraft. Omzet paling sedikit Rp 15 juta per bulan.

 

Trully menyadari, handicraft adalah kebutuhan sekunder. Bukan kebutuhan dasar. Namun pasar ini masih sangat menjanjikan. Dia juga teah dinobatkkan sebagai Juara 1 Pahawan Ekonomi Award 2015 Kategori Creatuve Industry dan Best of The Best Pahlawan Ekonomi Award 2019 Kategori Creatuve Industry. (*)