Sebelum menjadi pebisnis, Wulan Setyasih bekerja sebagai penjaga toko di sebuah koperasi. Gajinya tak seberapa. Lantaran tuntutan kebutuhan hidup yang meningkat, dia berpikir untuk menambah penghasilan. Apalagi dia seorang single parent yang menghidupi dua anak perempuan.
Tahun 1998, Wulan lalu membuat produk-produk handicraft. Membat gelang, kalung, dan manik-manik. Belajarnya otodidak. Produk-produknya itu dijual ke teman-teman dekatnya.
Bisnis yang dilakoni Wulan berjalan landai-landai saja. Kalau pun ada peningkatan tidak kelewat signifikan. Pendapatannya bisa dikatakan masih jauh dari cukup. Apalagi untuk mewujudkan cita-citanya yang ingin menyekolahkan dua anaknya hingga lulus perguruan tinggi.
Tahun 2010, Wulan bergabung dengan Pahlawan Ekonomi Surabaya. Di sana Wulan mengikuti berbagai macam pelatihan. Bakat Wulan pun makin terasah. Di sela pelatihan, Wulan melukis. Dia menggambar apa saja yang ada di pikirannya. Aktivitas melukis Wuan itu ternyata menarik perhatian mentor-mentornya. Hngga kemudian mereka menyarankan Wulan tidak lagi membuat kerajinan manik-manik, tetapi berbau lukisan. Karena dunia kerajinan manik-manik pemainnya sudah banyak.
Dengan ketekunannya belajar, Wulan mempunyai ide untuk membuat lukisan di baju muslimah, kerudung, dan tas. Hasilnya pun mulai terlihat. Beberapa produk dibuat. Bermodal cat acrylic berbagai warna, kuas, dan triplek, serta kaca. Setelah dipromosikan ada saja yang membeli. Bila ada pesanan semua lorong rumah penuh. Hingga semua berantakan rumah.
Sehari-hari, Wulan dibantu kedua anaknya dan dua orang asistennya, menyelesaikan puluhan lukisan kerudung lukis pesanan di sebuah ruang di rumahnya berukuran 1,5 x 2 meter. Ketika bisnisnya berjalan, Wulan akhirnya resign dari pekerjaan sebagai penjaga toko.
Karya-karya Wulan mendapat apresiasi. Di antaranya, Pahlawan Ekonomi Award 2012 Kategori Creative Industry, Perhargaan Karya Cipta Adi Nugraha dari Disperindag Surabaya dan Disperindag Jatim.
Tak hanya itu, produk Chawaty juga pernah menarik perhatian Yansen Kamto. Pria yang mendapat julukan Bapak Startup Indonesia. Yansen tertarik dengan kualitas scraf sutra Chawaty. Hingga dia membeli 20 scraft sutra berbagai motif untuk dibawa sebagai buah tangan ke Eropa. (*)
Leave A Comment